Wednesday, February 28, 2007

~Hijrah Bagian (2)~


Sedikit yang ingin ditambahkan berkenaan dengan peran murobbi dalam harokah ikhwani….Peran murobbi dirasa sangat besar, pada tingkatan tertentu murobbi harus di patuhi sepertihalnya mematuhi orang tua…bahkan lebih….

Murobbi memang di harapkan sebagai pendidik…. Tapi terkadang menjadi pendidik yang melarang hal hal yang secara syariat di bolehkan …..

Kepatuhan seorang mad’u dan ketakutan mereka terhadap murobbi di rasakan sangat berlebihan.. karena akan ada sangsi boikot, hukuman dan di introgasi bila ada hal hal yang tidak bersesuaian dengan instruksi murobbi…ini menimbulkan bibit bibit taqlid dan fanatisme yang berlebiham… [1]

Pada suatu kesempatan ada seorang ukhti yang menceritakan bahwa bimbingannya mengaji di tempat yang lain….Saat itu murobbi mengatakan bahwa dia harus memilih [tidak bisa mengaji di keduanya]. Padahal setiap muslim adalah pribadi yang bebas untuk thollabul ilmy selama dia yakin bahwa yang di ajarkan adalah yang benar. Seorang murobbi seharusnya bisa memberikan penjelasan ilmiah untuk menghalangi mad’u nya mengikuti majelis ilmu yang lain kalau majelis ilmu tersebut memang terbukti keluar dari jalan yang benar….

Berdasarkan share pengalaman yang Rytha baca.. murobbi merasa tidak senang bila mengetahui mad’u nya ikut kajian kajian bermanhaj salaf… Alasannya karena bisa membuat bingung bila mengaji di banyak tempat….
Rasanya suatu alasan yang kurang tepat…. …

Nanti insyaAllah akan di berikan contoh bagaimana seorang morrobi “berhak” menentukan calon pengantin anak didiknya.

InshaAllah Rytha akan berpindah ke poin kedua tentang beberapa hal yang ditemukan dalam kegiatan “tarbiyah” ikhwani …..
.
2. Rangkaian kegiatan di dalam liqo.

Acara liqo dari tempat ke tempat biasanya typical karena Rytha sudah beberapa kali berpindah kelompok liqo…

Kemungkinan sebagian besar dari mereka menganggap rutinitas itu adalah satu rutinitas yang ada tuntunan syar’i nya, setidaknya menganggap itu suatu kebaikan…..

Waktu Liqo di jadwalkan biasanya tidak lebih dari 2 jam. Tapi dalam prakteknya biasanya bisa seharian….. Tetapi ilmu yang didapat tidak sebanding dengan waktu yang sudah terbuang… Terkadang suami suami yang menunngu istrinya liqo sampai marah karena menunggu kelamaan….

Para ikhwan [bapak-bapak] biasanya mengadakan liqo pada waktu malam sampai menjelang tengah malam..…. Seorang murobbi sempat berpesan kepada binaannya…nanti kalau menikah dengan suami yang aktivis harus siap di tinggal di malam hari….

Mungkin tidak salah pulang larut kalau memang benar benar untuk tholabul ilmy.. Tapi liqo para mereka “para petinggi petinggi” konon isinya hanya banyak membicarakan masalah politik, da’wah dan strategi….. Alangkah ruginya bila sudah menghabiskan waktu tanpa mendapatkan charge ruhiyah keilmuan yang di dapat… Hampir di pastikan sholat lail juga akan terlewat… Ditambah lagi rasa bersalah terhadap istri dan anak dan dosa di hadapan Allah subhana wata’ala meninggalkan istri sendiri di rumah….

Acara liqo biasanya dibuka dengan pembacaaan Al-Qur’an. Bukan hanya acara liqo saja tapi hampir semua kegiatan selalu di buka dengan bacaaan Al-Qur’an….

Membaca Al Qur’an memang merupakan suatu kebaikan… tapi menjadikannya sebagai rutinitas yang selalu di lakukan sebagai pembuka untuk semua kegiatan memerlukan tinjauan syar’i, karena bila di biarkan masyarakat awam akan mencontohnya. Mencontoh sesuatu yang tidak memiliki dasar, akan cendrung membuat mereka menganggap hal tersebut bagian dari sunnah…. Bahkan Rytha yakin sebagian dari saudara ikhwani mereka merasa seakan ada hal sunnah yang hilang bila hadir dalam suatu majelis dan tidak di awali dengan bacaaan Al Qur’an….wallahualam….

Selanjutnya acara akan dilanjutkan oleh kultum, dari salah seorang anggota dan dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh murobbi…

Materi yang di sampaikan oleh Murobbi biasanya diawali dengan membicarakan pengumuman-pengumuman mengenai kegiatan kepartain, kepanitian, dan lain lain..sehingga waktu yang tersisa untuk menyampaikan materi keagamaan hanya beberapa menit saja… Terkadang yang beberapa menit itu pun sama sekali tidak berisi apa apa…

Semakin tinggi tingkatan kita semakin banyak masalah kepartaian yang di bicarakan dalam majelis….

Terkadang liqo di isi dengan bedah buku atau materi materi umum lainnya…Banyak acara yang di usahakan bervariasi untuk menarik.

Untuk para pemula biasanya masih di berikan materi materi yang cukup baik seperti tauhid…. Hanya jangan ditanyakan bagaimana materi penting tersebut disampaikan….jauh sangat jauh sekali dari ilmiah… Materi – materi ini berkesan hanya seperti selingan sampai seorang mad’u siap di berikan materi keharokahan yang brainwash paham paham ikhwanul muslimin….

Sangat jauh majelis di isi dengan pembahasan yang ilmiah …. Kebanyakan menjelaskan sesuatu yang di kaitkan dengan cerita kehidupan sehari hari…. Setiap murobbi pasti biasanya berusaha mencari “cerita” dan penjelasan “logika” untuk melengkapi uraiannya…. [2]

Bagi para thollabul ilmy yang sesungguhnya pasti sangat rindu dengan majelis yang berisi perkataan Allah … perkataan Rasulullah dan perkataan para Ahlul sunnah. Hal ini mungkin karena minimnya kapasitas keilmuan dari murobbi sendiri yang mungkin tidak siap dengan materi yang akan di sampaikan.

Rytha sempat berkunjung ke beberapa rekan ikhwani… Karena ketetarikan yang sangat terhadap buku, koleksi koleksi buku tuan rumah selalu menjadi pengamatan….. Rytha sempat kaget melihat seorang ustadz yang lulusan salah satu universitas syariah terkemuka koleksi koleksi beliau adalah buku buku pergerakan ikhwanul muslimin… Ini tidak mengherankan bila rekan-rekan ikhwahni yang lainnya juga mengkoleksi tulisan tulisan hasan Al Banna… Said Hawa dan kalaupun tafser itu adalah tafser Syed Qutb, fatwa fatwa nya adalah fatwa Yusuf Qardhawi….

Ada suatu paham yang Rytha tangkap selama liqo adalah bahwa hadis daif bisa di amalkan [3]…. Dan juga suatu pemahaman da’wah dengan hikmah yang aneh…. Yang berdalih dengan fikih prioritas [ala Yusuf Qardhawi] dalam segala hal yang membuat menjadi toleran yang berlebihan… Dan tentu saja sangat tidak cocok dengan ikhwah salafy yang berkesan sangat keras bagi mereka, karena kebanyakan ikhwani tidak paham bahwa dalam hal aqidah seorang muslim harus memiliki rasa cemburu yang tinggi bila ada ke bid’ahan dan ke syirikan.

Seorang ukhti mengatakan bahwa banyak penyimpangan dalam salafy.. mereka tidak mengenal fikih prioritas… dan sedikit sedikit bid’atul dholalah… Karena dalam pembahasan materi bid’ah [4] di ikhwani, ditanamkan bahwa ada yang namanya bid’ah hasannah [ bid’ah yang baik]…[5]

Rytha sempat tertegun sedih tatkala ukhti tersebut mengatakan sedikit sedikit salafy menda’wahkan bid’atun dholalah….ukhti tersebut mengatakan dengan nada yang sedikit mengejek… Seandainya ukhti tersebut paham bahwa kalimat yang di ejeknya itu bukanlah perkataan sembarangan orang tapi itu adalah perkataan dari lisan seorang hamba Allah yang sangat mulia Rasulullah sallahu alahi wassalam…. Mudah mudahan Allah membukakan dan membimbing ukhti tersebut….

Dalam suatu dauroh murobbi… seorang pembicara mengatakan bahwah beliau mengetes tauhid mad’u nya dengan di suruh mengambil sesuatu di kuburan… kalau dia masih takut berarti tauhidnya masih di pertanyakan… Subhanallah.. apakah cara ini pernah di praktekkan oleh Rasulullah san para sahabatnya?

Selanjutnya ada salah satu kebiasaan di majelis, yaitu acara evaluasi ….yang di maksudkan untuk mengevaluasi masing masing mad’u, ibadahnya, aktivitasnya dan lain lain. Seorang mad’u diharapkan membuka diri terhadap semua peserta liqo dan bercerita mengenai dirinya… keluarganya .. temannya..

Tidak jarang dan hampir pasti cerita yang di sampaikan membuka aib diri dan keluarga… suatu aib yang seharusnya di tutupi….

Ikhwah fillah… ingat kisah seorang sahabat yang mengadukan pada beliau bahwa dia berizina.. dan Rasulullah berusaha untuk tidak melihat dan pura pura tidak mendengarnya… Ini mengindikasikan … Rasulullah lebih senang bisa seorang berdosa dia menyimpan dosanya dan bertobat pada Allah dengan bersungguh sungguh … tidak ada kewajiban baginya untuk membagi aib dirinya…apalagi aib saudara dan keluarganya…. Wallahualam…..

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

“Allan nanti akan mendekatkan orang mukmin, lalu meletakkan tutup dan menutupnya. Allah bertanya : “Apakah kamu tahu dosamu itu ?” Ia menjawab, “Ya Rabbku”‌. Ketika ia sudah mengakui dosa-dosanya dan melihat dirinya telah binasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya”‌. Kemudian diberikan kepada orang mukmin itu buku amal baiknya. Adapun orang-orang Kafir dan orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggilnya di hadapan orang banyak. Mereka orang-orang yang mendustakan Rabbnya. Ketahuilah, laknat Allah itu untuk orang-orang yang zhalim”‌ [Hadits Riwayat Bukhari Muslim]

Subhanallah… Allah telah menutupi dosa dosa hambanya… dan mengapa kita sebagai hambanya membuka dosa dosa kita sendiri…. Ada banyak cara untuk menasehati orang lain untuk berbagi pengalaman hidup tapi tidak harus membuka dosa dosa yang Allah telah tutupi… wallahualam….

Selama majelis berjalan… ada absent yang harus di isi yang juga berisi catatan amalan harian selama seminggu. Setiap perserta harus mengisinya dengan maksud untuk mengevaluasi setiap mad’u … untuk saling memotivasi bisa ada catatan amal yang jelek…

Sungguh ini juga rasanya tidak wajar..karena seharusnya seorang muslim harus tawadhu dan berhak menyembunyikan amal sholehnya…..

Satu kebid’ahan yang pasti selalu di lakukan adalah pada saat menutup majelis. Majelis harus ditutup dengan do’a robitoh….

Rytha sempat menanyakan kepada sebagian dari mereka, ternyata sebagian besar dari tidak mengetahui bahwa do’a robithoh itu bukan berasal dari hadis nabi melainkan hanyalah do’a karangan Hasan Al Banna… Awalnya Rytha sendiri tidak menyadari hal tersebut juga… astaghfirullah…

Ada satu buku dzikir yang di baca oleh semua pengikut tarbiyah yang di sebut dengan Al Ma’surat….

Syaikh Ihsan bin Ayisy al-Utaibi rahimahullahu berkata: "Di akhir al-Ma'tsurot terdapat wirid robithoh, ini adalah bid'ah shufiyyah yang diambil oleh Hasan al-Banna dari tarikatnya, Hashshofiyyah." .(Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam Ii Abdulloh Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi hal. 126)

Mereka sangat khusuk sekali sewaktu membacanya dan membacanya secara rutin selepas majelis… Tidak hanya dalam liqo saja… tapi juga pada tabligh akbar.. dauroh dauroh…

Rytha pikir do’a ini di bacakan di majelis karena murobbinya belum paham.. tapi pada saat do’a itu kerap di bacakan oleh kalangan para “ustadz” ini menjadi sesuatu yang aneh sekali… Ditambah lagi dengan pembacaaannya yang sangat di dramatisir dan diiringi dengan tangisan tangisan…. Astaghfirullah…..

Ada suatu cerita dari mulut kemulut yang menyebar… bahwa do’a itu di yakini bisa mengikat hati..

Ceritanya dulu ada seorang anggota liqo yang mau keluar dari jama’ah … selanjutnya mereka mendo’akan ukhti tersebut dengan do’a robitoh ini…dan ukhti itu kebetulan tidak jadi keluar……. Jadilah dianggap do’a robithoh ini sangat manjur….

Do’a ini merupakan do’a kebanggaan yang katanyanya bakal di baca di mana mana.. walaupun anti pergi ke luar negeri dan liqo di sana.. anti pasti akan menemukan robithoh … astaghfirullah…

Bila do’a ini akan dibacakan terlebih dahulu membayangkan orang orang yang kita cintai , orang orang yang tidak kita kenal, akan lebih manjur khasiat nya… bisa menguatkan ikatan hati… na’uzubillah… ini sangat mirip dengan praktek praktek sufi…

Beginilah kalau praktek agama di dasarkan pada sharing pengalaman….. para mad’u yang juga nantinya menjadi murobbi menjadi penyalur yang cepat berkembangnya cerita ke bid’ahan yang sama yang mereka dengar dari murobbi murobbi mereka….

Ikhwah sekalian, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata:

"Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling afdhol (utama), dan ibadah dilandaskan alas tauqif dan ittiba', bukan atas hawa nafsu dan ibtida ',

Maka do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam adalah yang paling utama untuk diamalkan oleh seorang yang hendak berdzikir dan berdo'a. Orang yang mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam adalah orang yang berada di jalan yang aman dan selamat.

Faedah dari hasil yang didapatkan dari mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam begitu banyak sehingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Adapun dzikir-dzikir dari selain Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam , kadang-kadang diharomkan, kadang-kadang makruh, dan kadang-kadang di dalamnya terdapat kesyirikan yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Tidak diperkenankan bagi seorang pun membuat bagi manusia dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang tidak disunnahkan, serta menjadikan dzikir-dzikir tersebut sebagi ibadah rutin seperti sholat lima waktu, bahkan ini termasuk agama bid'ah yang tidak diizinkan oleh Allah.

Adapun menjadikan wirid yang tidak syar'i maka ini adalah hal yang terlarang, bersamaan dengan ini dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i sudah memenuhi puncak dan akhir dari tujuan yang mulia, tidak ada seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang bid'ah melainkan (dialah) seorang yang jahil atau sembrono atau melampaui batas."

[Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam Majmu' Fatawa 22/510-511]

Mudah mudahan ini bisa membuat para ikhwah di tarbiyah dan kita semua umumnya untuk lebih berhati hati….banyak sekali praktek dzikir dzikir bid’ah dan praktek praktek ibadah yang tidak ada tuntunan syar’inya….

Afwan bila ada kata kata yang tidak berkenan…

Agar lebih paham… silahkan baca link link di footnote , dan telusuri website website tersebut.. insyaAllah kalau ikhwah sekalian ikhlas.. itu akan menghantarkan kepada kebenaran…

Wallahualam bishshowab

InsyaAllah bersambung

footnote
[1]
Taqliq dan fanatisme golongan
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=116

[2]
Kedudukan Akal Dalam Islam
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=172

[3]
Bolehkah Hadits Dhaif Diamalkan Dan Dipakai Untuk Fadhaailul A'maal [Keutamaan Amal] ?
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1315&bagian=0

Pendapat Beberapa Ulama Tentang Hadits-Hadits Dha'if Untuk Fadhaailul A'maal
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1333&bagian=0

Wajib Menjelaskan Hadits-Hadits Dha'if Kepada Umat Islam
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1359&bagian=0

[4]
MENGENAL BID'AH
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=29

[5]
Adakah Bid'ah Hasanah?
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=127

Bid'ahnya Dzikir Berjamaah
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=157

Sunday, February 25, 2007

~ Hijrah Bagian (1) ~



Batam 14 January 2007

Seorang ikhwan menanyakan lewat email mengapa Rytha hijrah….karena sesuatu hal email tersebut tidak sempat terbalas….

Mungkin dengan sharing di sini bisa memberikan jawaban bukan saja buat beliau tapi kepada saudara saudara seiman lainnya yang sekarang masih dalam lingkaran hizbiyah….

Rytha tidak akan membahas dengan detail dari segi shar’inya karena inshaAllah sudah banyak sekali ulama-ulama ahlul sunnah yang lebih berkompoten yang membahasnya… InsyaAllah akan diberikan referensi kepada mereka yang berhati ikhlas dan memang benar benar mencari jalan yang benar dan lurus dan bersungguh sungguh untuk mempelajarinya…

Yang akan Rytha paparkan di sini adalah apa yang Rytha rasakan dan yang Rytha alami sendiri..

Afwan ini tidak di maksudnya dalam ber ghibah yang semata mata untuk menjelekkan suatu golongan akan tertapi dalam rangka menasehati. Seperti halnya apa yang Imam Nawawi katakan… "Ketahuilah bahwasanya ghibah diperbolehkan untuk tujuan yang benar dan syar'i, di mana tidak mungkin sampai kepada tujuan tersebut, kecuali dengan cara berghibah, yang demikian itu disebabkan enam perkara : Yang keempat, dalam rangka memberi peringatan kepada kaum muslimin dari keburukan dan dalam rangka memberi nasehat kepada mereka, dan yang demikian itu dalam kondisi-kondisi berikut ini.

Di antaranya, dalam rangka menjarh (meyebutkan cacat) para majruhin (orang-orang yang disebutkan cacatnya) dari para rawi hadits dan saksi, dan yang demikian itu diperbolehkan berdasarkan ijma' kaum muslimin, bahkan bisa menjadi wajib hukumnya.

Rytha maksud kan tulisan ini sebagai nasehat… insyaAllah….

Rytha menulis judul tulisan ini sebagai Hijrah…. Tapi hijrah di sini bukan bermaksud berarti pindah tempat melainkan hijrah dari duduk dan bermajelis hizbiyah ke lingkungan yang bermanhaj salafus sholeh….

Di indonesia ada suatu hizbiyah [1] yang sangat berkembang pesat dan menguasai hampir sebagian besar aktifitas aktifitas keagamaan yang mereka menyebutkan dirinya adalah “tarbiyah” aka “ikhwani” aka “PKS” yang mengadopsi pemikiran ikhwanul muslimin [2]… dan menggunakan buku buku ulama mereka sebagai text books…

Awalnya keputusan untuk hijrah itu terasa sangat sulit… karena sudah terlanjur dekat dan sayang dengan teman teman se- liqo[3]. Melihat wajah wajah polos mereka, yang tanpa mereka sadari mereka jatuh dalam suatu lingkaran yang mereka percaya sebagai lingkaran da’wah yang sunnah. Mereka orang-orang yang bersemangat untuk memperjuangkan islam… Kadang hati semakin berat melihat jundi jundi kecil mereka yang polos….. Sangat sulit, ada perasaaan alangkah jeleknya meninggalkan saudara seiman tanpa terlebih dahulu melakukan sesuatu…..

Dulu Rytha berfikir Rytha lebih baik tetap berada di lingkungan tersebut dan melakukan perubahan sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan Rytha… Toh sepertinya tidak ada bedanya…

Baru akhirnya di sadari hal tersebut tidak tepat..InsyaAllah nanti Rytha akan berbagi mengapa pemikiran tersebut tidak tepat.

Suatu prinsip yang mendarah daging bagi para ikhwah tarbiyah adalah selama semua kelompok-kelompok pengajian yang ada bertujuan untuk mencari keridhoan Allah dan surga, maka kelompok itu semua adalah benar. Menganggap bahwah perbedaan itu adalah fitrah, dan justru menambah "khasanah" kekayaan cara berpikir umat Islam. Benar-benar telah terdoktrin oleh pemikirannya Hasan Al-Banna, yaitu: "Marilah kita bekerja sama untuk hal-hal yang disepakati, dan saling menghargai untuk hal-hal yang berbeda". InshaAllah akan di share juga masalah ini nanti [kalau tidak kelupaan :)]

Berikut ini adalah beberapa hal yang Rytha temukan menjadikan alasan Rytha untuk hijrah. Rytha akan bagi beberapa poin…. Supaya jangan kepanjangan tulisannya akan di buat bersambung.. karena memang tulisan lengkapnya juga belum selesai :)

1. Murobbi.

Murobbi atau guru lebih di pilih karena factor kesenioritasan, berdasarkan lamanya seseorang tersebut bergabung. Sehingga tidak jarang di dapati bahwa kapasitas keilmuan seorang Murobbi lebih rendah dari mad’u nya (murid).

Seorang “murobbi” mengatakan bahwa fenomena itu adalah suatu fenomena yang biasa bahkan inilah yang disebutkan sebagai “tarbiyah” yang sebenarnya. Bahwa kita harus bersabar untuk menghadapi guru yang kapasitas keilmuannya lebih rendah dari kita…Tidak jarang dan tidak aneh kalau Murobbi membaca al Qur’annya lebih jelek dari mad’u nya… mungkin yang di maksud dalam hal ini liqo di harapkan sebagai saran yang saling melengkapi antara mad'u dan murobbi....

Memang banyak pelajaran dan materi liqo yang sesungguhnya bagus dan dzat materi tersebut yang di ajarkan para ulama ahlul sunnah (seperti materi ma’rifatullah, ma’rifaturrasul dan lain lain ), tapi bila materi penting ini di sampaikan oleh murobbi yang belum tentu memiliki ilmu dan pemahaman yang baik, maka ini akan menyesatkan.

Mungkin mereka akan membantah bahwa liqo yang sangat sebentar itu sangat mustahil untuk mencetak ahli syariah dan hanya lebih menekan kepada pembentukan generasi yang berwawasan dan berkepribadian Islami…

Tapi fungsi dari murobi sendiri di sini di harapkan murobbi bisa menjadi orang tua, sahabat pemimpin dan guru pada mad’u nya. Selayaknya kapasitas seorang guru yang menyampaikan ilmu haruslah yang memiliki ilmu.

Dari pengalaman yang Rytha lihat di lapangan, setiap orang di tarbiyah bisa menjadi murobbi. Setiap kader di harapkan menjadi murobbi, harus siap siapapun yang di tunjuk untuk menjadi murobbi.

Banyak yang menolak karena merasa kapasitas keilmuannya belum memadai. Tapi biasanya orang tersebut akan di nasehati bahwa kita harus berdawah walaupun untuk satu ayat. Kalau menunggu paham sampai siap… kita tidak akan pernah berda’wah.

Di sisi yang lain mereka memerlukan kader yang pro aktif untuk menjadi murobbi karena adanya target prekrutan besar besaran untuk mencapai target beberapa persen dalam pemilu. Jadi di harapkan kader “senior” yang belum memiliki bimbingan (mad’u) harus berusaha mencari bimbingan. Bahkan ini di anggap suatu ke aiban bila sudah lama liqo’ tapi masih tidak memiliku mad’u.

Na’uzubillah… ikhwah yang paham pasti dapat merasakan alangkah berbahayanya pemikiran pemikiran seperti ini….. tapi ikhwah yang sudah berada di tarbiyah ikhwani pasti sangat paham dengan apa yang Rytha katakan…kalau benar benar jujur tidak akan menyangkal fenomena fenomena ini.

Memang benar Rasulullah sallahu alahi wassalam mengatakan bahwa sampaikanlah walau hanya satu ayat. Tapi ini berarti bahwa kita harus menyampaikan benar benar sesuatu yang sudah kita pahami dan kita kuasai… dan seharusnya berda’wah sesuai dengan kapasitas yang benar benar kita pahami… Dan bukanlah menjadi kewajiban setiap orang untuk menjadi murobbi dan guru.

Menjadi Murobbi dadakan atau menjadi murobbi karena di paksakan tanpa mengetahui ilmu syar’i secara benar justru akan menyesatkan…. Hanya berdasarkan belajar dan membaca semalam buku buku syar’i dalam rangka menyampaikan materi…. Ini bukan suatu hal yang menjadikan seorang tersebut sebagai murobbi……

Kalau ingin berfikir jernih dan jujur ini bisa menjadi bibit munculnya pemikiran pemikiran yang salah… dan menimbulkan kebid’ahan kebid’ahan….

Mungkin ada ikhwah yang mengatakan bahwa liqo yang hanya 2 or 3 jam [walau kadang bisa molor sampe seharian tidak jelas]… tidak mungkin sempurna dan hanya sempat disampaikan beberapa hal hal penting saja, jadi para mad’u di harapkan menambah keilmuan lainya karena mereka memiliki perangkat “tarbiyah” yang lain seperti dauroh, mabit, tatsqif, membaca buku dan lain lain.

Ada baiknya kalau begitu para ikhwah tarbiyah juga mengikuti ta’lim dan dauroh ilmiyah dan membaca buku buku ilmiyah yang bermanhaj salaf yang di tulis oleh ulama ulama ahlul sunnah…. (Rytha yakin banyak ikhwah ikhwani yang tidak mengenal siapa yang di sebut ulama ) kebanyakan dari mereka hanya mengenal Hasan Al banna…. Said Qutb, Muhammad Ghazali, Yusuf Qordhawi, Said Hawa dan yang sejenisnya….) Tapi bukan mereka yang Rytha maksud sebagai ahlul sunnah….

InsyaAllah pada kesempatan lain akan di sampaikan beberapa ulama yang karya karya mereka yang patut di jadikan rujukan…. Ini akan lebih baik daripada ikutan mabit yang merupakan malam ke bid’ahan atau membaca buku buku ulama ulama tersebut di atas yang banyak menyimpang dan di kritik ulama ulama ahlul sunnah….

Setiap orang tidak harus menjadi murobbi.. bahkan seorang ulama besar ahli hadis abad ini Syaikh Nasiruddin Al banni beliau mengatakan diri beliau sebagai thollabul ilmy.. penuntut ilmu.

Kalau kita tidak memiliki kapasitas dalam bidang syar’i ini malah menjadi wajib bagi kita untuk tidak menyampaikan hal hal yang kita tidak pahami karena Allah sendiri melaknat orang orang yang menyampaikan apa apa yang dia tidak ketahui.

Rytha masih ingat dengan penuturan seorang Murobbi yang juga seorang istri ustadz bahwa beliau mengaku beliau sih memang tidak paham tentang ilmu syar’i tapi beliau lebih banyak akan berbagi pengalaman hidup. … bisa di bayangkan pengajian lebih banyak di gunakan untuk berbagi pengalaman pribadi, praktek deen hanya banyak didasarkan pada pengalaman dan interpretasi sendiri.. dan menurut apa apa yang di rasakan …..
Keminiman keilmuan seorang murobbi membuat liqo’at terkadang hanya untuk membuang buang waktu.. Dapat di bayangkan seorang wanita terkadang harus meninggalkan rumah, meninggalkan anaknya atau membawa anaknya untuk berdiam di suatu tempat yang akhirnya berhasil pada kesia siaan…

Rytha bisa merasakan bagaimana merasa sia sianya terkadang seseorang meninggalkan aktifitasnya hanya untuk berkumpul tampa menghasilkan hal berarti…

Pernah seorang murobbi membahas tentang bagaimana kita harus bersikap ramah terhadap sekeliling… kita harus menebar senyum…dan beliau memberi contoh dari prilaku seorang yang baik di lingkungan beliau… sampai pada suatu titik dimana kita juga harus senyum pada orang pemabuk yang merupakan laki laki non mahram… dikala disampaikan ketidak setujuan…...beliau berusaha mengukuhkan pendapat beliau dengan “pengalaman pribadi beliau” dan cerita pengalaman orang lain… sangat jauh dari tinjauan fiqih dan shar’i yang syarat dengan hadist dan ayat dan juga fatwa fatwa ulama ahlul sunnah.. subhanallah…

Murobbi yang lain… menyampaikan materi dari buku… sepanjang pengajian beliau akan membaca dari buku dan sesekali akan memberkan penjelasan … bukan penjelasan atsar…. Tafsir atau syarah.. atau perkataan ulama.. melainkan penjelasan secara logika .....

InsyaAllah bersambung.


Note : Jangan ketinggalan untuk mempelajari link link yang Rytha berikan di footnote, inshaAllah ini akan lebih memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang di tulis... wallahualam...



Fote Note :


[1]



[2]





[3] Istilah pengajian berkelompok sering di sebut liqo.